twitter
googleplus
facebook
View Animations
  • Peta sumbawa kuno oleh Melvill van Carnbe e P Pieter Baron 1856

  • Istana Kesultanan sumbawa Kuno

  • Sultan Djalaluddin dengan para pengawalnya

  • Istri Sultan Sumbawa Bersamawa Keluarga

  • Pejabat Kesultanan sumbawa

  • Demung Camat Kepala Kampung

  • Kondisi Perkampungan Sumbawa Kuno

  • Rakyat Pulau Sumbawa

  • YUBILIUM 1946 Bertahtanya YM.Sultan Muhammad Kaharuddin lll

  • Sultan Sumbawa Bima, dan sukarno



Bupati KSB Jadi Agen Reformasi Birokrasi Di Indonesia

Bupati Ksb
KH Zulkifli Muhadli
Taliwang – Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional mencanangkan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012. Dan ditetapkanlah tahun 2012 sebagai Tahun Reformasi Birokrasi. Dalam rangka pelaksanaan agenda nasional itu, Pemerintah Pusat menetapkan Dr Zulkifli Muhadli SH MM, Bupati Sumbawa Barat, menjadi menjadi salah satu dari sembilan belas kepala daerah di Indonesia sebagai agen perubahan untuk reformasi birokrasi. Kepastian tentang penetapan ini berdasarkan surat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia tertanggal 21/11/2012, yang diterima Pemkab Sumbawa Barat. Rencananya akan dikukuhkan, 30/11, di Jakarta. Dalam surat resmi tersebut dinyatakan bahwa Acara Kick-Off Meeting Program “Penguatan Agen Perubahan Daerah Untuk Reformasi Birokrasi” diselenggarakan oleh Kemen PAN-RB bekerjasama dengan Decentralisation as Contribution to Good Governance Bureaucracy Reform Internationale Zusammenarbeit (DeCGG BR-GIZ), bertujuan mendukung 19 pemerintah daerah terpilih dalam mempersiapkan dan melaksanakan reformasi birokrasi melalui penerapan dan pengembangan pendekatan reformasi yang paling tepat untuk daerahnya masing-masing. Sedangkan 19 kepala daerah yang terpilih adalah; Bupati Sumbawa Barat-NTB, Walikota Denpasar-Bali, Bupati Gresik-Jatim, Walikota Kediri-Jatim, Bupati Malang-Jatim, Bupati Banyuwangi-Jatim, Walikota Banjarbaru-Kalsel, Bupati Kutai Kertanegara-Kaltim, Bupati Mamuju-Sulbar, Bupati Luwu Utara-Sulsel, Bupati Poso-Sulteng, Walikota Ternate-Maluku Utara, Bupati Serdang Bedagai-Sumut, Bupati Samosir-Sumut, Bupati Bengkalis-Riau, Bupati Agam-Sumbar, Bupati Solok Selatan-Sumbar, Bupati Lampung Selatan-Lampung, Bupati Sukabumi-Jabar. Dan kesembilan belas kepala daerah tersebut adalah peserta pelatihan “Transforming Leaders in Indonesia” di Harvard Keneddy School, Amerika Serikat. Yang diadakan oleh Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011. Sebagai langkah awal pelaksanaan kegiatan tersebut akan dilakukan kegiatan-kegiatan penyusunan roadmap, coaching, asistensi pelaksanaan roadmap (implementasi program reformasi birokrasi), pembentukan “learning hub” reformasi birokrasi dan sharing experience. Pada kesempatan itu pula Bupati Sumbawa Barat, atau yang akrab dikenal dengan Kyai Zul, akan memaparkan pemahaman terhadap kebijakan reformasi birokrasi, program penguatan agen perubahan, dan peran agen perubahan dalam proses reformasi birokrasi. Kegiatan ini akan dibuka oleh Menteri PAN-RB yang akan menjelaskan regulasi-regulasi pendayagunaan aparatur Negara dan reformasi birokrasi yang merupakan keharusan, didampingi oleh para pakar yaitu Prof. Dr. Eko Prasojo, Drs. Muhammad Imanuddin, S.H., M.Si., Dra. Nadimah, MBA dan Rusfi Yunairi dan difasilitasi oleh lembaga DeCGG BR-GIZ dari Jerman. Menanggapi hal ini, Yahya Soud, Kabag Humas PDE Sekretariat Daerah Kabupaten Sumbawa Barat, 28/11, di sela-sela rapat kerja Sekretariat Daerah menyatakan bahwa terpilihnya Kyai Zul menjadi salah satu agen perubahan reformasi birokrasi dari Kemen PAN-RB akan menjadi tantangan dan motivasi baru bagi birokrasi di KSB untuk melaksanakan amanah tata kelola pemerintahan yang baik. “Hal ini patut disyukuri, karena Kyai Zul adalah satu dari sembilan belas kepala daerah yang diamanatkan menjadi motor penggerak reformasi birokrasi sehingga pada waktunya nanti dapat bermanfaat bagi wilayah yang lebih luas,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sangat siap mengemban amanah menjadi agen perubahan daerah untuk reformasi birokrasi di Indonesia. “Pemerintah KSB telah memulai upaya reformasi birokrasi dengan membentuk Tim Percepatan Reformasi Birokrasi yang melibatkan Staf Ahli. Jadi kita sangat siap untuk menjadi agen perubahan daerah untuk reformasi birokrasi,’’ terang Yahya. Terkait dengan kesiapan Kyai Zul sebagai agen perubahan dalam agenda reformasi birokrasi di Pemkab Sumbawa Barat. Ia merasa yakin karena menurutnya, kapasitasnya dan soliditas birokrasi di Sumbawa Barat tak perlu diragukan lagi. ‘’Keyakinan kami berdasar pada komitmen dan kapasitas Kyai Zul sebagai Bupati Sumbawa Barat dan segenap jajaran pemerintahan yang solid dan kondusif dalam melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan.’’ pungkas Yahya, sambil mengungkapkan contoh pola kepemimpinan Kyai Zul selama dua periode yang pro rakyat dengan inovasi kebijakan Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga (PBRT).

Pulau Paserang Digarap PT NOP

Taliwang – PT Nusantara Oriental Permai (PT NOP) dalam waktu dekat akan segera melakukan aktifitas investasinya di Kabupaten Sumbawa Barat, tepatnya di Pulau Paserang kecamatan Poto Tano. Komitmen ini ditandai dengan telah dilakukannya peletakan batu pertama salah satu bangunan yang akan menjadi fasilitas pada kawasan wisata tersebut. Peletakan batu pertama bangunan tersebut dilaksanakan, Rabu (12/12), dihadiri oleh Wakil Bupati Sumbawa Barat, Drs H Mala Rahman, beserta jajaran dinas Pemkab Sumbawa Barat. “Ini adalah langkah yang sangat baik dan memberikan manfaat bagi kami masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat. Pengembangan pariwisata adalah bagian dari komitmen Pemerintah dalam mendukung program Nasional MP3EI. Kami akan sangat terbuka dan memberikan ruang seluas-luasnya kepada investor untuk dapat memanfaatkan sebaik-baiknya keberadaan pulau paserang ini,” kata Wakil Bupati dalam sambutannya. Mala Rahman juga menekankan bahwa, keberadaan investasi Pariwisata PT NOP di Pulau Paserang, tentunya menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam menekan angka pengangguran dan mensejahterakan warga Sumbawa Barat. “Kami berharap agar PT NOP berkomitmen terhadap pemberdayaan masyarakat dan perekrutan tenaga kerja lokal selama masa operasi. Jika SDM yang dibutuhkan masih bisa dipenuhi oleh tenaga kerja lokal, maka sebisa mungkin agar dapat diberdayakan tenaga kerja lokal. Begitu juga akan kebutuhan operasional lainnya, seperti bahan baku, atau kebutuhan kosumsi, Jika dapat disupport dari dalam KSB, tidak perlu didatangkan dari luar. Kami berharap kerjasama ini dapat terjalin dengan baik, dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat KSB,” tegas Mala Rahman. Sementara itu Direktur Utama PT NOP, Fiandi, menyampaikan terima kasih atas pelayanan yang diberikan selama ini dalam melakukan proses perizinan dan pelayanan lainnya tanpa ada kendala berarti dan justru mendapatkan kemudahan. “Ini merupakan awal yang baik bagi kami dalam berinvestasi. Mudah-mudahan ini dapat kita pertahankan kedepannya, agar prospek pariwisata di KSB ini dapat dikembangkan,” katanya sembari tersenyum. Ia menjelaskan, bahwa Investasi yang akan dilakukan oleh PT NOP adalah pengembangan wisata bawah laut. “Karena Paserang merupakan salah satu pulau yang menjadi rangkaian dari gili balu, seperti yang ditetapkan pemerintah daerah, maka kami telah merencanakan untuk menjadikannya salah satu kawasan wisata yang diberi nama Paserang Pariri Paradise Resort And Cottage,” terangnya. Terkait harapan wakil bupati Sumbawa Barat tentang komitmen perusahaan terhadap masyarakat Sumbawa Barat, ia menegaskan bahwa perusahaannya tetap berkomitmen membantu pemerintah daerah dalam mensejahterakan warganya. “Kami akan berusaha menjalankan komitmen perusahaan, terutama untuk kesejahteraan masyarakat KSB.” pungkas Fiandi. Hasil penelusuran KOBAR, diketahui bahwa PT Nusantara Oriental Permai terdaftar pada APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) dengan member ID 0036/09/99. APLI merupakan wadah tempat berhimpun para perusahaan penjualan langsung (Direct Selling/DS), termasuk perusahaan yang menjalankan penjualan dengan system berjenjang (Multi Level Marketing/MLM) di Indonesia. Dengan jenis produk yang dihasilkan oleh PT NOP yaitu Health Food, Health Care, Beauty Care, Bodyline Intimate Apparel. Klik disini

Sejarah Sumbawa

Oleh: Ahmad Zuhri Muhtar ·
Kebaradaan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Goa di Sulawesi. Perjanjian itu baru sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga keamanan dan ketertiban. Kerajaan Goa yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung kerajaan Samawa’.
Setelah Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan kerajaan Goa, maka resikonya ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut pengikutnya kesebuah Hutan, kira-kira di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta diturunkan dari tahtanya karena mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Goa. Tidak disebutkan apa pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Goa di Sulawesi sangat besar. Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun berikutnya 1674 M Dinasti baru terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa’. Saat itu menurut BUK Tana’ Samawa, rakyat Sumbawa sudah mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa’ ini berkuasa hingga tahun 1958. Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang hingga Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunurrasyid I (1674 – 1702).
Ia kemudian diganti oleh putranya Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I yang kawin dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I Rakia Karaeng Agang Jene.Setelah wafat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti oleh Dewa Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bahan sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan selama 10 tahun. Ada fakta yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan Sumbawa termasuk “ Bala Balong” lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26 Ramadhan 1145 Hijriah (1732 M). Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I (1733-1758). Ketika ia meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu raja, sehingga pada tahun 1761 ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin ( 1761-1762 ). Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon karena ia lari dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia menyangka Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa bersalah maka ia lari pada malam Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu bulan purnama raya. Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat kursi raja menjadi lowong. Maka diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia bukan trah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat menjadi raja karena telah menikah dengan puteri Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765). Ia mangkat pada tanggal 1 Dzulhijjah 1179 Hijriah ( 1765 Masehi). Untuk menggantinya diangkatlah putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi “raja boneka” yaitu Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa Mapeconga Mustafa datu Taliwang.

 Keputusan ini menimbulkan amarah datu Jereweh, karena ia sangat berambisi untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke Makasar untuk meminta bantuan kompeni (VOC) agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan tetangganya dan mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan ikut menandatangani perjanjian dengan VOC sekaligus membatalkan segala hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya antara VOC dengan raja Goa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan perdagangan di kerajaan selatan. Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam ditandatangani perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga pihiak raja – raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad Dzillillah Fil Alam ( raja Bima ), Hasanuddin Datu Jereweh ( mengatas namakan raja Sumbawa ), Achmad Alauddin Johan Syah (raja Dompu), Abdurrasyid (raja Sanggar) dan Abdurrahman (raja Pekat). Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi perjanjian ini kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei 1766 berkat keberhasilan diplomasi utusan kerajaan Sumbawa Dea Tumuseng. Dalam perjanjian ini disebutkan, apabila Sultan Mahmud dewasa, maka kekuasaan raja akan diserahkan kembali kepadanya.Tapi pada waktu Sultan Dewa Mepaconga Mustafa sakit pada tahun 1189 H (1775 M), beliau digantikan oleh Datu Busing Lalu Komak, yang bergelar Sultan Harrunnurrasyid II (1777-1790). Sementara Sultan Mahmud yang putra mahkota itu tidak pernah diangkat menjadi raja yang sebenarnya, hingga ia meninggal dunia pada 8 jumadil akhir 1194 H (1780 M) dalam usia 24 tahun. Pada waktu pemerintahan Harrunnurrasyid II ini telah berhasil diselesaikan penulisan Kitab Suci Al Qur’an dengan tulisan tangan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Al Jawi Negeri Sumbawa Madzab Safiie, tepatnya pada 28 Dzulqaidah 1199 H (1784 M). Sepeninggal Harrunnurrasyid II, tahta kerajaan beralih pada anak perempuannya, yaitu Sultan Syafiatuddin (1791-1795).
 Ia kemudian Menikah dengan Sultan Bima dan mengikuti suaminya ke Bima, sekaligus memboyong beberapa harta pusaka kerajaan. ( Sebagian koleksi harta kekayaan Raja Bima sekarang adalah milik Sultan Syafiatuddin yang dibawa dari Sumbawa ). Karena kejadian itu, maka diputuskan oleh para Menteri Kerajaan untuk tidak lagi mengangkat wanita sebagai raja. Sedangkan pengganti Sultan Syafiatuddin adalah putera Sultan Mahmud bernama Muhammad Kaharuddin II. Pada waktu pemerintahannya inilah Gunung Tambora meletus. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Jumadil Awal 1230 H (1815 M). Pada waktu itu Kerajaan Sumbawa dilanda hujan debu. Dalam laporan H. Zolinger disebutkan bahwa sepertiga penduduk mati di pulau Sumbawa dan sepertiganya lagi pindah ke pulau Lombok. Sedangkan abu yang menggenangi wilayah kerajaan Sumbawa sampai setinggi lutut. Setahun kemudian Sultam Muhammad Kaharruddin II pun mangkat pada tanggal 20 Syafar 1231 Hijriah (1816 M). Pemangku kerjaan selanjutnya diserahkan kepada Nene Ranga Mele Manyurang. Ia pun tidak lama menduduki singgasana kerajaan, karena pada bulan Rabbiul Awal 1241 Hijriah (1825 M), Nene Ranga yang sudah tua itu meninggal dunia. Kekuasaan dilanjutkan oleh Abdullah hingga ia meninggal pada tanggal 87 Muharram 1252 Hijriah (1836 M). Mulai tahun 1836 sampai 1882, tahta Kerajaan Sumbawa kembali dilanjutkan oleh Putera Muhammad Kaharuddin II, yaitu Sultan Amrullah. Pada waktu pemerintahannya ini tidak banyak catatan sejarah yang bisa ditemukan, barangkali karena kerajaan baru mulai bangkit dari peristiwa meletusnya Gunung Tambora yang sangat dashyat. Sebuah letusan yang konon menyebabkan langit di Eropa diliputi kabut awan selama dua tahun. Sultan Amrullah meninggal pada tanggal 23 Agustus 1883, sementara kursi raja diteruskan oleh Sultan Muhammad Jalaluddin III, cucu Sultan Amrullah. Pada masa ini campur tangan Belanda sudah terlalu jauh, terutama dalam hal menarik pajak. Akhirnya meledaklah pemberontakan rakyat, yang membuat Belanda harus mendatangkan bala bantuan dari Makassar, sebab hampir di setiap tempat timbul amarah rakyat. Namun karena kelemahan dalam bidang persenjataan, semua bentuk pemberontakan dapat dipatahkan termasuk pemberotakan yang terjadi di Taliwang yang dilakukan Unru dan kawan-kawan. Kekuasaan Belanda lewat VOC pun semakin merajalela. Maka dimulailah babak baru, Belanda ikut bermain politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Pulau Sumbawa dan Pulau Sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan ibukota di Sumbawa Besar ( Ibukota Kabupaten Sumbawa sekarang). Asisten Resident yang pertama adalah Janson Van Ray. Kerajaan Sumbawa dibagi dalam dua ander afdeeling, yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur. Dalam pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III (1833-1931) inilah dibangun “Istana Tua Dalam Loka”. Hal ini sangat dimungkinkan karena Sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48 tahun. Ia juga mampu menuruti kehendak Belanda. Setelah ia meninggal pada tahun 1931, kekuasaan raja turun kepada putra mahkota yang mendapat gelar Sultan Muhammad Kaharruddin III. Pada zaman pemerintahannya inilah menjadi masa peralihan kolonialisme Belanda kepada Jepang. Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 9 Maret 1942, organisasi – organisasi Islam di Kabupaten Sumbawa mulai mengatur siasat. Organisasi itu antara lain Nahdatul Oelama, Moehammadiah dan Al Irsyad. Sementara tiga kerajaan di pulau Sumbawa mengambil sikap tegas, menyatakan diri lepas dari kekuasaan Belanda. Tepat pada bulan Mei 1942, delapan kapal perang Jepang mendarat di Labuhan Mapin di bawah pimpinan Kolonel Haraichi, yang ternyata disambut gembira oleh rakyat. Kekuasaan Jepang tidak berlangsung lama, karena setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi Bom Atom, Jepang menyerah kepada sekutu. Peraktis kekuasaannya berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Agresi Militer Belanda ke Republik Indonesia mengakibatkan Raja Sumbawa menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal 14 Desember 1948. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintah Indonesia Timur berdasarkan Undang – Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk daerah Statuta Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja – raja pada tanggal 6 September 1949. Perubahan system Pemerintahan terjadi lagi dengan membentuk Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang didasarkan pada Undang – Undang Nomor 64 Tahun 1958. Propinsi Sunda Kecil dibagi menjadi tiga Daerah Swatantra Tingkat I yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat ( NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Khusus Daerah Swatantra I Nusa Tenggara Barat menjadi enam Daerah Swantantra Tingkat II, dimana raja sekaligus menjadi Kepala Pemerintahan. Karena itu otomatis Federasi Pulau dibubarkan. Federasi Pulau Lombok dibubarkan pada tanggal 17 Desember 1958 dan tanggal tersebut hingga sekarang dijadikan sebagai hari lahirnya Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Federasi Pulau Sumbawa dibubarkan pada tanggal 22 Januari 1959 dan pada saat itu dilantiklah Sultan Muhammad Kaharruddin III menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa. Tanggal itulah yang dijadikan hari lahir Kabupaten Sumbawa.

Keberadaan Belanda Di Sumbawa

Ditinjau dari segi sejarah, di pulau Sumbawa sejak 500 tahun yang lalu telah berjalan pemerintahan kerajaan yang berkesinambungan dari abad 14 sampai dengan abad 20 yaitu kerajaan Bima, Dompu, dan Sumbawa. Masing-masing kerajaan mempunyai kesatuan pemerintahan Adat dan perangkatnya dan wilayah kekuasaannya meliputi batas wilayah Kabupaten sekarang ini.
Dari tradisi tulis menulis tersimpan sampai sekarang di Bima dokumen naska-naskah lama yang tercatat kegiatan pemerintahan yang tertib dan demokratis, sejarah kebudayaan mulai jauh sebelum kedatangan agama Islam sampai dijalankan pemerintahan menurut Agama Islam dan adat setempat. Termasuk pula hubungan interaksi antar daerah dengan daerah-daerah lain seperti Makasar, Kalimantan, Jawa, Sumatera Dll.
Keandaan ini yang ditemukan oleh VOC ( Belanda ) waktu pertama kali datang ke Bagian Timur Indonesia tahun 1667 yang disambut dengan perlawanan dan pertempuran yang pada suatu saat mengakibatkan dibuatnya perjanjian politik dengan para Raja-raja di Pulau Sumbawa ( yang setelah beragama Islam disebut Sultan ) dengan pengakuan kedaulatan Raja atas Wilayahnya sendiri, berhak menjalankan pemerintahan dan hukumnya sendiri. Perjanjian / kontrak ini tetap berlaku dengan pembaharuan dan perubahan sampai dengan terakhir diperbaharui pada tanggal 13 Desember tahun 1938 ( kontract met Bima En Sumbawa ).
 

Free Software

Offical Blog

Open Profile